JAKARTA- Langkah Pemerintah India yang melarang ekspor gandum dan gejolak harga gandum efek perang Ukraina-Rusia berdampak pada industri makanan dan minuman di Indonesia.
Salah satu ancaman paling serius dihadapi di depan adalah kenaikan harga makanan dan minuman yang diterima masyarakat.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman mengungkapkan bahwa kenaikan harga memang sudah terjadi sejak awal tahun. Namun, kebijakan baru dari India bakal menjadi sentimen negatif.
“Kemungkinan kita akan melihat atau meninjau kembali setelah ini, maka setelah setelah lebaran banyak perusahaan akan meninjau kembali harga jual, apa masih bisa bertahan. Kalau ngga bisa bertahan, mau ngga mau akan ada kenaikan harga,” katanya kepada CNBC Indonesia, Rabu (18/5/22).
Beberapa produk yang menggunakan gandum di antaranya mi instan, roti, hingga kue terancam bakal mengalami kenaikan harga. Sebagai contoh, berdasarkan catatan CNBC Indonesia, harga Indomie goreng saat ini pun sudah mengalami kenaikan harga menjadi Rp 105 ribu per dus. Padahal awal tahun ini harganya masih Rp 90 ribuan.
Adhi pun meminta pabrikan perlu berputar otak berinovasi agar bisa menekan biaya. Jika tidak, maka bakal menimbulkan kerugian.
“Kita harus efisiensi dan substitusi semaksimal mungkin karena produsen yang menggunakan bahan baku dengan kenaikan luar biasa harus berinovasi dan efisienkan diri di internal, dan kita nggak boleh minus marjin,” sebutnya.
Kenaikan harga gandum dunia juga sudah berdampak pada biaya. Di dalam negeri, importir juga sudah menaikkan harganya ke produsen makanan dan minuman.
“Dari produsen terigu sudah menaikkan secara bertahap. Minggu lalu sudah naik lagi, diperkirakan 2-3 Minggu lagi naik lagi. Awalnya saya dapat info akan naik 3% per setiap kenaikan. Berikutnya naik 3% lagi untuk mengantisipasi harga dunia, tapi dengan adanya banned India perkiraan datanya kenaikan cukup banyak antara 5%-10%. Ini yang agak dikit mengkhawatirkan,” katanya. (cnbc)