Sekitar tahun 1800-an, ditemukan kuburan atau tepatnya “situs” berisikan 300.000 mumi kucing dalam keadaan masih utuh. Ini menandakan dahulu kucing memang hewan spesial. Orang Mesir kuno menganggap kucing sebagai penjelmaan Dewi Bast, juga dikenal sebagai Bastet atau Thet.
***
Pada saat itu, orang Mesir kuno punya aturan khusus bahwa membunuh kucing adalah kejahatan besar dan pelakunya akan mendapat hukuman mati. Kemudian jika ada kucing yang mati kadang dimumikan seperti halnya manusia. Keterkaitan ini memang erat hubungannya dengan posisi kucing yang bukan saja dihormati tapi juga dianggap suci bagi bangsa Mesir.
Semua ini bermula dari cerita Dewa Matahari Mesir kuno yang bernama Re. Dikisahkan suatu ketika Re marah besar pada manusia. Saking murkanya, Re mengirimkan putrinya yang berkepala singa, Sakhmet, untuk menghukum manusia.
Sakhmet pun turut ke bumi dan membalaskan dendam ibunya. Sakhmet digambarkan sebagai mahluk yang kejam dan ganas. Pada saat pembantaian, Re sadar bahwa dirinya membuat kesalahan dengan menurunkan Sakhmet ke Bumi.
Agar menenangkan Sakhmet, Re menghujani putrinya dengan anggur merah sebagai pengganti darah. Sakhmet merasa puas dan kemudian tertidur pulas. Sejak saat itu, sosok kucing menjadi lambang dari keseimbangan baik dan buruk.
Kucing menjadi rujukan dari singa yang menjadi fungsi simbol dalam ikonografi kaum bangsawan. Menurut beberapa penelitian tentang Egyptology, simbol kucing besar menjadi tanda bahwa raja aman dalam kekuasaannya dan percaya diri dalam mengatasi kekacauan.
Posisi kucing juga cukup dihormati bagi bangsa Arab, sebagian dari warga mereka masih mempercayai mitos tentang kucing tersebut. Menurut mereka, kucing adalah hewan yang akan memberikan tanda ketika rumah mereka akan kedatangan tamu.
Konon ketika Nabi Muhammad SAW pernah hendak berkunjung ke rumah salah satu sahabatnya yang bernama Abu Hurairah, dan yang pertama kali menjemput kedatangan Rasulullah adalah kucing milik Abu Hurairah. Setelah sebelumnya kucing itu terlebih dulu telah memberikan tanda bahwa rumahnya akan kedatangan tamu.
Hal yang sama terjadi di China dan Yunani kuno. Kucing dianggap hewan yang dipercaya sebagai utusan Dewa. Pada saat itu dikisahkan bahwa ada sebuah desa yang pernah dilanda wabah tikus. Hingga mereka memohon kepada dewa dan kemudian dewa ini mengutus kucing untuk memangsa tikus-tikus hama tersebut.
Sementara bagi orang Yunani kuno, hewan kucing juga di anggap mulia bagi mereka. Mereka percaya bahwa kucing adalah hewan kesayangan dewa. Bahkan, seorang filsuf terkenal dari Yunani, Socrates, ikut merayakan hari kucing di kota Athena.
Tapi di Eropa, pada abad pertengahan kucing malah dianggap berasosiasi dengan penyihir dan sering dibunuh seperti dibakar atau dilempar dari tempat tinggal. Beberapa ahli sejarah berpendapat bahwa takhyul seperti inilah yang menyebabkan wabah Black Death menyebar dengan cepat.
Saat itu pernyataan Paus menyebutkan bahwa kucing yang berkeliaran dengan bebas telah bersekutu dengan setan. Karena pernyataan ini, banyak kucing dibunuh di Eropa. Penurunan jumlah populasi kucing menyebabkan meningkatnya jumlah tikus, hewan pembawa penyakit pes yang sesungguhnya.
Beberapa orang kemudian mengira wabah Black Death muncul akibat dosa mereka membunuhi kucing. Kisah ini sangat mungkin menjadi awal mula mitos membunuh kucing akan berujung pada kesialan.
Di Indonesia, mitos tentang kucing ini paling santer berkembang dalam legenda Jawa. Dahulu, kucing adalah hewan yang menjadi korban untuk pesugihan di tanah Jawa. Dalam dunia spiritual, kucing hitam biasanya dikaitkan dengan kesialan. Namun, tulang hewan itu merupakan salah satu jimat yang dianggap paling berkhasiat oleh beberapa orang.
Jimat tulang kucing hitam dipercaya dapat membuat penggunanya menjadi “tak terlihat”, membawa ketenaran, dan mengembalikan kekasih. Selain itu, salah satu mitos kucing hitam di Indonesia yang terkenal adalah jika mayat yang dilangkahi oleh hewan ini, maka mayat tersebut akan bangkit lagi. Kemudian jasadnya akan dikuasai oleh roh jahat yang dibawa kucing hitam.
Kuatnya kepercayaan mitos masyarakat bahwa menabrak kucing akan membawa sial, harus tetap ditanggapi secara bijak. Menurut Training Director The Real Driving Center (RDC), Marcell Kurniawan, terlepas dari hal itu mitos atau fakta, sebagai pengemudi yang defensive harus dapat memilah dan memilih risiko mana yang risikonya lebih rendah. (GNFI Legenda/SR)