Kisah horor hantu-hantu perempuan telah lama hidup dalam benak masyarakat Indonesia, puluhan tahun lamanya. Cerita ini terus tumbuh dalam tradisi tutur hingga industri film, menjadikan cerita hantu perempuan panjang umur.
***
Hantu kuntilanak sering dikisahkan sebagai seorang perempuan yang meninggal ketika sedang melahirkan anak. Arwahnya kemudian bergentayangan untuk mencari para bayi yang baru lahir.
Bayi yang telah diculik oleh kuntilanak akan sulit untuk ditemukan. Walau nantinya ditemukan, bayi itu sudah dalam kondisi meninggal.
Ada lagi kisah tentang hantu sundel bolong yang malah lebih tragis. Hantu berambut panjang ini populer dikisahkan sebagai seorang perempuan yang diperkosa hingga hamil.
Karena kehamilan yang tidak diinginkan membuatnya depresi sehingga memilih untuk bunuh diri. Dari dalam kubur, perempuan ini kemudian melahirkan dengan luka besar di punggung. Lubang inilah yang menjadi sumber penamaan “bolong” dalam penokohan hantu Sundel Bolong.
Sementara Si Manis Jembatan Ancol, merupakan kisah hantu populer bagi masyarakat Betawi. Konon nama aslinya Mariam, seorang gadis cantik yang bekerja di rumah saudagar kaya.
Karena kecantikan ini, majikannya ingin menikahinya, namun ia tidak mau dan melarikan diri. Dirinya pun ditangkap, orang suruhan majikannya ini pun melakukan kekerasan hingga rudapaksa kepada Mariam.
Mariam kemudian meninggal dan jasadnya dibuang begitu saja di sawah. Konon ia meninggal di sekitar Jembatan Ancol. Kematian yang tidak wajar itu membuat arwah Mariam bergentayangan.
Mengapa Harus Perempuan?
Dari semua kisah tersebut terbentuk sebuah benang merah yaitu kekerasan seksual, ketidakadilan, dan proses balas dendam dari seorang perempuan. Dominasi hantu perempuan disebut sebagai realitas yang terjadi di masyarakat.
Gita Putri Damayana menghubungkan popularitas hantu perempuan dengan rendahnya akses perempuan dalam meraih keadilan. Seperti untuk layanan kesehatan dan keamanan dari tindak kekerasan.
“Si Manis Jembatan Ancol dan sundel bolong adalah perempuan korban kekerasan seksual yang menjadi hantu untuk menuntut keadilan,” tulis Gita yang merupakan peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) dinukil dari The Conversation.
“Sementara, kuntilanak dan sundel bolong gagal mendapatkan layanan kesehatan yang layak. Mereka meninggal bersama dengan bayi mereka saat persalinan”.
Mengutip data Kementerian Kesehatan, Gita mengungkapkan, angka kematian ibu melahirkan di Indonesia pada 2015 mencapai 305 orang per 100 ribu kelahiran hidup. Namun masyarakat malah menyebut perempuan yang meninggal karena melahirkan akan menjadi hantu.
“Padahal kalau misalnya mau mengutip ajaran agama Islam, ibu yang meninggal ketika melahirkan itu levelnya sama dengan jihad ketika meninggal di pertempuran, di medan perang. Tetapi ini di publik justru yang diwariskan itu ingatannya bahwa perempuan yang meninggal ketika melahirkan itu menjadi hantu,” ujar Gita.
Lebih menyeramkan lagi menurut Gita adalah kasus rudapaksa yang dikisahkan dalam sosok sundel bolong dan Si Manis Jembatan Ancol. Bedasarkan data, satu dari 3 perempuan Indonesia berusia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual selama hidupnya.
“Angka tingkat pemerkosaan di Indonesia selama tahun 2015 mencapai 1.739 kasus berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS). Bandingkan dengan total angka pencurian dengan senjata tajam dan api pada tahun yang sama adalah 1.097; masih lebih rendah dibanding perkosaan,” ucapnya mengutip data Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional tahun 2016 (BPS).
Gita menyebut dua hal yang bisa dilakukan adalah memberikan rasa keadilan dan keamanan bagi perempuan. Tentunya jika pemerkosa dari sundel bolong dihukum berat, pastinya ia tidak perlu sendirian membalas dendam bahkan dari alam baka.
Namun, bila setelah menengok data yang ada tetapi tidak melakukan perubahan menyeluruh dan sistematis. Kisah hantu perempuan akan terus langgeng dalam kisah masyarat. (legenda-GNFI/SR)